Sabtu, 28 Mei 2011

APBD Natuna Besar, Pembangunan Minim

Besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, belum sebanding dengan realisasi pembangunan.Sejak berdiri sebagai kabupaten otonom pada tahun 1999, tak banyak infrastruktur penting yang dibangun pemerintah daerah setempat.Salah satu faktor penyebab adalah korupsi.
"Dengan APBD setiap tahun di atas Rp 1 triliun dan jumlah penduduk hanya sekitar 67.000 jiwa, pembangunan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna selama ini tak signifikan," kata anggota DPRD Kepulauan Riau dari daerah pemilihan Kabupaten Natuna, Fahmi Fikri, Kamis (5/5) .
Ia mencontohkan, jalan poros di Ranai, ibu kota Kabupaten Natuna, yang dari dulu hingga sekarang tak mengalami perkembangan. Sebagai daerah kepulauan, Natuna hingga kini juga belum memiliki pelabuhan bongkar-muat barang.
Akibatnya, pemasaran hasil bumi dari Natuna ke daerah luar seperti Kalimantan Barat dan Tanjung Pinang tak optimal.Hal itu misalnya terjadi di Pulau Midai.
Sutrisno, Ketua Badan Permusyawaratan Desa Batu Belanak, mengatakan, di Pulau Midai hanya ada pelabuhan kecil yang hanya dapat disandari kapal ukuran kecil . Akibatnya, hasil bumi hanya bisa diangkut menggunakan kapal kecil ukuran 20 ton sampai 30 ton ke Kalimantan Barat atau ke Tanjung Pinang.
Selain persoalan sedikitnya kapasitas angkut, kapal ukuran kecil juga tak bisa berlayar manakala gelombang laut tinggi.Padahal, gelombang laut tinggi bisa berlangsung berbulan-bulan ketika terjadi angin utara.
Pulau Midai terkenal dengan penghasil kopra sejak zaman Kesultanan Riau pada tahun 1886.Hasil bumi lainnya adalah karet dan cengkeh.Sementara dari laut adalah ikan.
Menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Natuna, Basri, sebanyak 98 persen APBD Kabupaten Natuna berasal daridana bagi hasil minyak dan gas bumi (migas). Pada 2011, dana bagi hasil migas mencapai lebih dari Rp 600 miliar. Sementara dari pajak migas sebesar lebih dari Rp 200 miliar.
Pembangunan di Natuna mengandalkan danadari sektor migas. " Ke depan hampir dipastikan akan semakin banyak dana yang masuk dari sektor migas. Selain Blok Natuna Barat yang sudah tahap eksploitasi, sekarang ada dua blok lagi yang masing-masing sedang tahap eksplorasi dan pesiapan eksplorasi," kata Basri.
Dana bagi hasil migas Natuna selama ini, mengacu keputusan Pengadilan Khusus Ti ndak Pidana Korupsi di Jakarta pada tahun 2010, sebagian telah dikorupsi. Setidaknya dua mantan bupati Natuna, Daeng Rusnadi, dan Hamid Rizal, divonis bersalah dalam kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar